Tentang Padepokan Sastra Tan Tular

Berawal dari basement rumah keluarga Prof. Dr. Henricus Supriyanto, M. Hum, perpustakaan ini lahir sebagai ruang hidup budaya. Koleksi awalnya adalah buku pribadi sang profesor—seorang maestro sastra, penerima Satyalancana Kebudayaan 2024, dan penggiat Ludruk yang mempopulerkan seni dan sastra Jawa.

Kini, Padepokan Sastra Tan Tular adalah lebih dari sekadar perpustakaan riset. Ini adalah ruang di mana sastra, seni, budaya, dan ide-ide besar bertemu. Ruang ini tetap hidup berkat komunitas “Litera Tan Tular,” dan Anda bisa jadi bagian dari perjalanan ini.

Mari Bersama Lestarikan Budaya dan Sastra

Keanggotaan Anda adalah bentuk kontribusi nyata untuk menjaga perpustakaan ini tetap hadir bagi generasi mendatang.

Siapa Prof. Henricus Supriyanto

Masa Kecil dan Perjalanan Hidup Prof. Dr. Henricus Supriyanto, M. Hum

Prof. Dr. Henricus Supriyanto, M. Hum. lahir di tengah masa sulit pada zaman pendudukan Jepang, tepatnya pada Kamis Pahing, 15 Juli 1942, di Bumi Blambangan (Banyuwangi). Saat usianya baru menginjak satu tahun, beliau diasuh oleh sang nenek, Ngatirah, di desa kecil Pagelaran, Gondanglegi, Malang Selatan.

Pendidikan Awal: Membuka Jalan ke Dunia Pendidikan

Beliau memulai pendidikannya di Sekolah Rakyat (SR) Pagelaran dari tahun 1950 hingga 1956. Demi mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi, beliau pindah ke Malang dan bersekolah di Sekolah Guru B (SGB), Jalan Semeru 36, yang berikatan dinas dan menyediakan asrama. Prof. Henricus lulus dari SGB pada Kamis Pon, 2 Juli 1959.

Tidak berhenti di situ, beliau melanjutkan ke Sekolah Guru A (SGA) Katolik di Jalan Celaket 21, Malang. Pendidikan ini berlangsung atas bimbingan Frater Romuldus dan dukungan beasiswa dari Yayasan Karmel dan Frateran. Beliau menyelesaikan SGA pada Kamis Pon, 10 Juli 1962, dengan harapan yang semakin besar untuk berkontribusi di dunia pendidikan.

Masa Kecil dan Perjalanan Hidup Prof. Dr. Henricus Supriyanto, M. Hum

Prof. Dr. Henricus Supriyanto, M. Hum. lahir di tengah masa sulit pada zaman pendudukan Jepang, tepatnya pada Kamis Pahing, 15 Juli 1942, di Bumi Blambangan (Banyuwangi). Saat usianya baru menginjak satu tahun, beliau diasuh oleh sang nenek, Ngatirah, di desa kecil Pagelaran, Gondanglegi, Malang Selatan.

Pendidikan Awal: Membuka Jalan ke Dunia Pendidikan

Beliau memulai pendidikannya di Sekolah Rakyat (SR) Pagelaran dari tahun 1950 hingga 1956. Demi mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi, beliau pindah ke Malang dan bersekolah di Sekolah Guru B (SGB), Jalan Semeru 36, yang berikatan dinas dan menyediakan asrama. Prof. Henricus lulus dari SGB pada Kamis Pon, 2 Juli 1959.

Tidak berhenti di situ, beliau melanjutkan ke Sekolah Guru A (SGA) Katolik di Jalan Celaket 21, Malang. Pendidikan ini berlangsung atas bimbingan Frater Romuldus dan dukungan beasiswa dari Yayasan Karmel dan Frateran. Beliau menyelesaikan SGA pada Kamis Pon, 10 Juli 1962, dengan harapan yang semakin besar untuk berkontribusi di dunia pendidikan.

Mengabdi sebagai Guru
Sebagai penerima beasiswa, Prof. Henricus menjalankan kewajiban mengajar di SMP Katolik Curahjati, Banyuwangi, pada tahun 1962-1963. Beliau kemudian pindah ke SMP Katolik Bangil pada 1963-1964.

Langkah Baru di Dunia Akademik

Pada Agustus 1965, beliau mendaftar sebagai mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di IKIP Malang (sekarang Universitas Negeri Malang). Namun, perjalanan kuliah sempat terhenti akibat peristiwa G30S/PKI pada tahun 1965-1966.

Untuk mendukung kehidupannya, Prof. Henricus bekerja di Pabrik Rokok PT Gitawijaya di pagi hari dan melanjutkan kuliah sore di Extention Course Programme IKIP Malang. Akhirnya, beliau berhasil meraih gelar Sarjana Muda pada Selasa Wage, 10 Februari 1970.

Awal Karier Jurnalistik dan Dunia Seni
Prof. Henricus mulai terjun ke dunia jurnalistik pada tahun 1968 sebagai koresponden Harian Bhirawa, yang terbit di Surabaya. Karier jurnalistiknya terus berkembang hingga bergabung dengan berbagai media besar seperti Jawa Pos, Sinar Harapan, dan Suara Indonesia.

Di sela-sela pekerjaannya, beliau juga aktif mengajar dan terus melanjutkan pendidikan formalnya. Pada 28 November 1972, Prof. Henricus berhasil meraih gelar Sarjana Pendidikan dari Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, IKIP Malang.

Puncak Karier Akademik
Kehidupan akademik Prof. Henricus mencapai puncaknya saat beliau mendapatkan gelar Magister Ilmu Sastra dari Universitas Udayana, Bali, pada 6 Januari 2001, dan melanjutkan program Doktor Kajian Budaya di universitas yang sama, lulus pada 26 Juni 2006 di usia 63 tahun.

Gelar Guru Besar di bidang Kajian Budaya diraihnya pada 1 Oktober 2007 atas dorongan dari para kolega dan rekan di Universitas Negeri Surabaya (Unesa).

Masa Purna Bakti dan Warisan
Setelah pensiun dari jabatan resmi pada tahun 2008, Prof. Henricus tetap aktif sebagai dosen di Universitas PGRI Adi Buana Surabaya. Dedikasi beliau terhadap dunia sastra dan budaya tidak pernah surut, bahkan hingga masa-masa akhir hidupnya.

Prof. Dr. Henricus Supriyanto, M. Hum adalah seorang cendekiawan dan penggiat budaya yang sangat dihormati, terutama atas dedikasinya dalam melestarikan teater tradisional Jawa, Ludruk. Beliau pernah menjabat sebagai Guru Besar Studi Sastra di Universitas PGRI Adi Buana (Unipa) Surabaya, di mana kontribusinya sangat berarti bagi dunia akademik.

Sepanjang kariernya, Prof. Henricus menulis beberapa karya penting, termasuk buku berjudul “Tumapel: Cikal Bakal Majapahit”, yang membahas sejarah awal berdirinya Kerajaan Majapahit. Karya ini menjadi salah satu referensi berharga bagi mereka yang ingin memahami sejarah Jawa lebih dalam. Karena pengabdiannya terhadap pelestarian Ludruk, beliau dijuluki sebagai “Profesor Ludruk” oleh banyak pihak. Julukan ini bukan hanya mencerminkan keahliannya, tetapi juga semangatnya yang tak kenal lelah dalam menjaga seni tradisional ini tetap hidup.

Atas jasa-jasanya di bidang kebudayaan, Presiden Republik Indonesia menganugerahkan Satyalancana Kebudayaan kepada beliau pada tahun 2024, sebuah penghargaan bergengsi yang menegaskan betapa besar kontribusi beliau terhadap budaya bangsa.

Warisan Prof. Henricus Supriyanto terus menjadi inspirasi bagi generasi muda, khususnya di bidang sastra dan studi budaya.
Prof. Henricus Supriyanto adalah contoh nyata dari seseorang yang menjadikan pendidikan dan kebudayaan sebagai jalan hidup. Semangat beliau terus menjadi inspirasi bagi banyak orang, baik di dunia akademik, seni, maupun budaya.

VISI

Menjadikan pusat kebudayaan yang hidup dan terus berkembang, berfokus pada pelestarian, pengembangan, serta promosi seni, sastra, dan budaya Indonesia, khususnya seni Ludruk. Kami juga ingin menciptakan ruang pertemuan bagi seniman dan budayawan dari berbagai generasi untuk saling berbagi dan bertukar inspirasi.

MISI

  1. Pelestarian Budaya,  Menyimpan dan menampilkan koleksi-koleksi langka dari perpustakaan pribadi almarhum untuk bisa dilihat masyarakat Indonesia & berbagai negara.

  2. Pendidikan & Pengembangan, Mengadakan workshop, seminar, dan diskusi yang bertujuan untuk mengedukasi generasi muda tentang seni dan sastra.

  3. Ruang Kreativitas, Membuka ruang bagi para seniman dan sastrawan untuk berkumpul, berkreasi, dan berbagi ide, termasuk melalui acara-acara seperti latihan Ludruk, pembacaan puisi, diskusi buku, dan kegiatan seni lainnya.

  4. Fasilitas Musik, Menyediakan keyboard atau piano elektrik untuk mendukung resital mini.

Kunjungi Kami

Jadwal Layanan

Hari : Kamis s/d Minggu ​

Pukul : 09.00 s/d 16.00 WIB

Alamat :

Jl. Wendit Barat Gg. PDAM No.55 - 57, Lowoksoro, Mangliawan, Kec. Pakis, Kabupaten Malang, Jawa Timur 65154